Serangan Mafia Tengah Tingginya Impor Bahan Alkes

Serangan Mafia Tengah Tingginya Impor Bahan Alkes

Mafia Dominasi Alat Kesehatan

Alkes – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, tingginya impor alat kesehatan masih didominasi mafia. Ini tentu membuat Indonesia tidak mandiri dalam industri kesehatan.

Maka dari itu, Erick meminta untuk menindak tegas dan melawan para mafia tersebut agar tidak menyulitkan negara. Alkes seperti alat pelindung diri (APD), hingga masker N95 sangat dibutuhkan oleh tenaga medis untuk memerangi COVID-19 di Indonesia.

“Kalau kita tidak gotong royong, memangnya bangsa lain peduli? Jangan semuanya ujung-ujung duit terus, lalu kita kejebak short term policy, didominasi mafia (impor alkes), kita harus lawan itu. Pak Jokowi punya keberpihakan akan itu,” kata Erick dalam siaran langsung di akun Instagramnya, @erickthohir, Kamis (16/4).

Baca juga : Diminta Perlebar Izin Impor Alkes untuk Mempersulit Mafia

Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga mengatakan, mafia alat kesehatan dan bahan-bahan kesehatan ini sebenarnya sudah ada sebelum Erick Thohir dilantik jadi Menteri BUMN. Menurutnya, Erick sudah memiliki gambaran besar mengenai keamanan energi, pangan, dan kesehatan.

“Ketika beliau (Erick Thohir) mendalami health security ternyata terbukti Indonesia itu berat di urusan-urusan kesehatan, alat kesehatan dan obat-obatan saja hampir 90 persen bahan dari impor,” ujar Arya, Jumat (17/4).

Bahan Baku Impor Capai Angka 90 Persen

menjelaskan, 90 persen alat kesehatan dan bahan baku obat masih diimpor dari luar negeri. Oleh karenanya, peluang mafia bergelayutan di importasi alat kesehatan ini besar. Padahal, menurutnya, sudah seharusnya Indonesia sebagai negara besar memiliki blueprint atau cetak biru strategi untuk ketahanan kesehatan.

Arya juga menyoroti kapabilitas Indonesia yang harusnya bisa menyediakan bahan baku alat kesehatan dan obat-obatan. Meskipun ada beberapa komponen yang diimpor, namun presentasenya harusnya tidak sampai setinggi itu.

“Tapi, ini sampai 90 persen lebih lho, apa nggak menyedihkan? Kita sanggup produksi APD, obat sebesar itu artinya ada market di luar, tapi nggak ada usaha untuk bikin sendiri di dalam negeri,” katanya.

Meski demikian, dirinya tidak menyebut Indonesia harus anti impor. Impor diperlukan namun tetap dalam porsi yang wajar. Di sisi lain, produksi dalam negeri juga tetap dilakukan, sehingga semua lini dikerjakan secara paralel untuk mempercepat penanggulangan Corona.

“Kita semua sudah koordinasi, Kemenperin, Kemendag, kan sudah lihat kalau ini masalahnya ada di bahan baku. Kita semua niatnya baik, supaya terjadi health security, kita ambil hikmah dari Corona, kita memang lemah di health security, mau enggak mau kita harus kerja keras,” jelasnya.

Masih Belum Mengantongi Nama Pemain

Meski demikian, Arya mengaku bahwa Kementerian BUMN sejauh ini belum mengantongi nama-nama pemain atau mafia-mafia alat kesehatan (alkes). Sebab, pihaknya baru mempelajari pola-pola perilaku yang mengakibatkan kehadiran mafia alkes di tengah kondisi Covid-19.

“Iya enggak lah. Belum (kita kantongi) sejauh itu karena kita kan tidak melakukan identifikasi,” kata Arya dalam video conference di Jakarta, Minggu (19/4).

Arya menyebut sejauh ini Kementerian BUMN masih memantau perilaku yang terjadi di lapangan. Mengingat beberapa komponen untuk alat-alat kesehatan di Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan yang ada, dan masih harus melakukan impor.

“Tapi kan lebih dilihat dari perilaku saja karena kalau dilihat apakah ini keuntungannya lebih besar bisa melihat ke arah sana. Bukan kepada bahwa kita sudah temukan identifikasi,” kata dia.

Memperlebar Izin Impor

Sementara itu, Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Martin Manurung mendesak pemerintah untuk memperlebar izin impor alat kesehatan dan obat-obatan di tengah pandemi corona. Menurutnya, izin impor yang ada saat ini terlalu kecil untuk kebutuhan alat kesehatan dan obat-obatan yang besar, sehingga menjadi celah untuk mafia menguasai pasar alat kesehatan.

Selama ini, Martin menilai importir alat kesehatan dan obat-obatan hanya berasal dari pihak tertentu saja, dan pihak itulah yang terindikasi sebagai mafia alat kesehatan. Jika impor alat kesehatan diperlebar dan syarat-syaratnya diumumkan, hal itu dinilai dapat mempersempit ruang gerak mafia tersebut menguasai impor alat kesehatan.

“Kita memang berpacu dengan waktu. Tapi untuk saat ini, keran impor harus dibuka, supaya nggak ada kelangkaan di lapangan. Dan Kemendag, Kemenkes duduk bersama, diumumkan supaya semua tahu, supaya terbuka,” kata Martin.

Selain itu, pelaku usaha peralatan kesehatan lebih banyak dibuka dan diberdayakan untuk mencegah mafia. “Kalau soal mafia saya sih melihat selama ini bukan hanya dari peralatan kesehatan atau untuk obat-obatan ya, dari seluruh aktivitas perdagangan. Kita harus lebih banyak dibuka untuk pelaku-pelaku baru sehingga jangan itu itu terus,” jelasnya.

Menurut dia, hambatan untuk para pelaku usaha baru karena adanya pemain lama yang tidak ingin pasarnya diganggu. Untuk itu, dia mendesak Kementerian Perdagangan mengumumkan syarat-syarat yang dibutuhkan dalam mekanisme impor, khususnya dalam pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan.Sehingga produsennya lebih banyak dan publik mengetahui.

Sumber : merdeka.com